BAHASA INDONESIA
Kota Bau-Bau di Pulau Buton
Pada jam setengah dua siang, dengan teman-teman Dhenny dan Iradaf yang kedua berasal dari Pulau Buton, saya berangkat dari pelabuhan Kendari di bagian pinggir kota bernama Kota Tua. Kapal ini salah satunya feri modern yang diberikan alat angkutan di antaranya Kendari dan Pulau-Pulau Muna dan Buton dua kali sehari. Setiap feri memberikan tempat duduk lebih dari lima ratus penumpang. Kemudian ada banyak penjual minuman dan makanan yang terus-menerus berjalan di lorong misalnya air tawar, kacang tanah, mie panas, lontong, dan makanan kecil yang lainnya.
Kita berangkat ke Teluk Kendari, kemudian tampak hutan dan bukit terus-menerus berada di luar jendela-jendela, perjalanan ini dilanjutkan selama lima jam. Akan tetapi, kedatangan ini hanya di Kota Raha, Pulau Muna. Selama satu setengah jam, lalu kami tiba di Kota Bau Bau, Pulau Bau Bau. Setiba di Buton, kami mencari penginapan untuk saya. Dhenny dan Daf menginap di rumah temannya. Kami melihat-lihat sekililing kota. Selanjutnya kami memulai makan cumi-cumi di Pantai Kamali; berikutnya kami menuju Kantor Walikota yang berada di bukit untuk melihat pemandangan yang malam. Di sana, ada seekor naga besar, yang kepalanya berada di pusat kota itu di Pantai Kamali. Akhirnya kami ketemu dengan teman Chaly dan Haerul dan minum sarabba di bukit Wantiro di mana ada pemandangan Pulau Makassar.
Pada hari berikutnya kami berkunjung ke Keraton Bau-Bau, daerah yang banyak tempat sejarahnya. Daf mengatakan tentang raja yang pertama kepada saya. Wanita ini berasal dari Cina, bernama Wa Ka Kaa yang hidup kira-kira lima ratus tahun yang lalu. Menurut cerita adat, dia lahir dari kayu bambu. Di Bau Bau Kabupaten, Wa Ka Kaa memulai demokrasi yang mungkin pertama di seluruh dunia, dengan adat yang setiap raja harus terpilih oleh orang-orang.
Menurut cerita adat lain, pada waktunya orang-orang mulai tiba di Buton mereka telah melihat kerang di tanah, jadi mereka memutuskan untuk mengangkat tanah baru dari laut. Akhirnya mereka memberikan nama tanah itu "Bau Bau" yang artinya "New Land' di bahasa Buton.
Berikutnya, saya mengatakan "Waktu untuk sarapan!" Ada nasi kuning yang lebih baik saya pernah makan [tidak hanya sebab saya begitu lapar!] dan kopi susu yang juga lezat. Kemudian ke Gua Lakasa, tetapi tidak beruntung gua tersebut di tutup, tetapi kami masuk lewat belakang gua tersebut yang berbentuk celah sempit yang hanya 50 meter dari laut. Di dasar celah ini ada air yang cerah dari di bawah tanah, jadi ini 'lubang berenang'yang populer.
Desa Pasarwajo
Kemudian Aris, sopir kami, menyetir di seberang pulau ini ke Desa Pasarwajo, di mana ada keluarga Iradaf, jadi kami menginap di rumahnya. Dengan sedih, saya tidak beruntung ketemu dengan ibu dan perempuan kakaknya. Akan tetapi kami semua menginap dengan paman, bibi dan sepupunya. Lewat ke desa itu, Aris berhenti jadi saya bisa melihat pohon Leda, yang jenis pohon sangat tinggi dan lurus sekali tanpa cabang sampai paling sedikit 20 meter dari tanah, dan juga dengan kulit pohon yang tipis, kelihatan seperti dengan pohon eucalyptus. Kayu pohon Leda tidak dianggap berharga tetapi pohon itu agak langka.
Banyak terima kasih ke Aris untuk menjadi penyetir dan juga untuk membantu saya mencari baterai cadangan untuk kamera, saya sangat senang kepadanya!
ENGLISH
City of Bau-Bau
At 1.30pm, with friends Dhenny and Iradaf who are both from Pualu Buton, I departed from the port of Kendari in the suburb called the Old City. This ship is one of the modern ferries which provide transport between Kendari and Islands Muna and Buton twice a day. Each ferry provides seating for more than 500 people. Then there are many sellers of food and drink who walk continuously in passageways selling drinking water, peanuts, hot noodles, rice wrapped in leaf, and other snacks
We exited Kendari Bay, then with forest and hills continuously visible outside the windows, this journey continued for five hours. However, this arrival was only at Kota Raha, Pulau Muna. After one and a half hours more, we arrived in Kota Bau Bau, Pulau Buton. On arrival in Bau Bau, we looked for lodging for me. Dhenny and Daf stayed with another friend. We looked around the city: first ate squid at Pantai Kamali; next drove to see night view from the hill called Kantor Walikota . There, there is the tail of a big dragon, whose head is in the centre of the city at Pantai Kamali. Finally we met with friends Chaly and Haerul and drank sarraba at Wantiro Hill where there is a view of Makassar Island.
Next day we visited Keraton Bau-Bau, an area where there are many historic places. Daf told me about the first raja. This was a Chinese woman, called Wa Ka Kaa who lived about 500 years ago. According to traditional story, she was born from bamboo. In the Regency of Bau Bau, Wa Ka Kaa began democracy which was probably first in the world, with tradition that each raja must be elected by the people.
According to another traditional story, at the time people first arrived in Pulau Buton they saw shells on the land, so they decided this land had recently risen from the sea.
Finally they gave name "Bau Bau" to this land which means "New Land" in Bahasa Buton.
Next, I said "Time for breakfast!" There was nasi kuning that is best I have ever eaten [not only because I was so hungry!] and kopi susu which was also delicious. Then to Lakasa Cave, but unfortunately this cave was closed so continued to the end of the cave system to a narrow cleft which is only 50 metres from the sea. In the bottom of this cleft is clear water from underground so this is a popular swimming hole.
Village of Pasarwajo
Then Aris, our driver, drove across the island to Pasarwajo Village, where Iradaf's family live, so we all stayed in his family's house. Sadly, I was not able to meet his mother and sister but we stayed with his uncle, aunt and cousin. On the way to the village, Aris stopped so I could see Leda tree, which is type of very tall and straight tree without branches until at least 20 metres from the ground and also with thin bark, similar to eucalyptus tree. The wood of Leda tree is not considered valuable but still this tree is rather rare.
Many thanks to Aris for being our driver and also for helping me look for spare battery for camera, I was very happy when it was found!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
sippp
Post a Comment